Siapa Opu Daeng Risadju? Pahlawan Pengganti Nama Jalan Cenderawasih Makassar
Infoasatu.com,Makasssar–Nama Jalan Cenderawasih di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) resmi berganti menjadi Opu Daeng Risadju. Lantas siapa Opu Daeng Risadju ini?
Diketahui, Wali Kota Makassar Moh Ramdhan ‘Danny’ Pomanto telah meresmikan perubahan nama Jalan Cendrawasih menjadi Jalan Opu Daeng Risadju, Selasa (22/8/2023). Turut hadir dalam peresmian tersebut, Ketua DPRD Makassar Rudianto Lallo, Bupati Luwu Basmin Mattayang, Wakil Bupati Luwu Utara Suaib Mansur, Wali Kota Palopo Judas Amir, Forkopimda Makassar, serta Kerukunan Keluarga Luwu Raya (KKLR).
Perubahan nama jalan ini awalnya digaungkan Danny Pomanto saat menghadiri Pelantikan, Rapat Kerja, dan Dialog Nasional Kerukunan Keluarga Luwu Raya (KKLR) Sulsel di Hotel Claro pada 17 Desember 2022 lalu. Menurutnya, nama Opu Daeng Risadju sebagai salah satu pahlawan nasional wajib diabadikan di Makassar selaku ibu kota Provinsi Sulsel.
Saya mengusulkan, ini usulan karena di situ ada Jalan Andi Mappanyukki, di sini (dekatnya) ada Jalan Cendrawasih. Barangkali Jalan Cendrawasih itu sebaiknya kita ganti nama orang dan saya kira sejajar dengan pahalanya (pahlawan) nasional di situ,” ujar Danny.
Nah, siapa sosok Opu Daeng Risadju yang namanya kini diabadikan sebagai nama jalan di Makassar ini? Untuk mengetahuinya, simak biografinya berikut ini.
Sosok Opu Daeng Risadju
Opu Daeng Risadju merupakan pahlawan wanita asal Sulawesi Selatan. Mengutip Komisi Informasi Provinsi Kalimantan Timur, Opu Daeng Risadju ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 3 November 2006 melalui Keppres No. 85/TK/2006.
Opu Daeng Risadju merupakan gelar kebangsawanan kerajaan Luwu. Gelar ini disematkan kepada sosok wanita bernama Famajjah.
Dalam jurnal Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya yang berjudul “Pergulatan Opu Daeng Risadju Melawan Penjajah Melalui Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) Sulawesi Selatan 1930-1950” dijelaskan bahwa Famajjah merupakan putri dari Muhammad Abdullah To Bareseng dan ibunya bernama Opu Daeng Mawellu.
Darah kebangsawanan Famajjah diperolehnya dari ibunya, yang merupakan keturunan langsung (cicit) Raja Bone XXII La Temmasonge Matimoeri Malimongeng yang memerintah dari tahun 1749-1775. Dari garis silsilah, ia mendapatkan kedudukan bangsawan dari lapisan masyarakat.
Saat dewasa, Famajjah dinikahkan dengan seorang ulama dari Bone yaitu Haji Muhammad Daud. Suaminya tersebut merupakan anak dari rekan dagang ayahnya.
Atas dasar status sosialnya dalam masyarakat Luwu, Famajjah lantas mendapat titulahir baru setelah menikah, yakni dengan memakai nama Opu Daeng Risadju.
Gelar Opu merupakan identitas luhur kebangsawanan diserahkan kepada seseorang yang telah menikah. Sebagai bangsawan, Opu Daeng Risadju mendapat tempat khusus dalam masyarakat.
Meskipun tidak menempati jabatan dalam kerajaan, tetapi gelar Opu yang disandang Opu Daeng Risadju menempati kedudukan terhormat di mata masyarakat Luwu. Dengan gelar tersebut memudahkan Opu Daeng Risadju dalam bergerak secara bebas kemanapun dan dapat menemui semua orang dari semua kalangan masyarakat.
Perjuangan Opu Daeng Risadju
Opu Daeng Risadju memiliki pengaruh yang cukup besar di tanah Sulawesi pada masa penjajahan. Wanita kelahiran Kota Palopo tahun 1880 itu turut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII).
Awalnya ia menjadi anggota PSII Parepare. Kemudian mendapat kepercayaan untuk memimpin PSII di Palopo. Tidak lama setelah berdirinya PSII cabang Palopo, Opu Daeng Risadju mengikuti konferensi PSII yang diadakan di Parepare pada bulan April 1930. Beberapa perwakilan PSII juga hadir dalam pertemuan tersebut, termasuk pejabat cabang dan pejabat dari Panitia Pusat.
Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh Opu Daeng Risadju untuk menambah wawasan dan pengalaman pembangunan PSII. Dengan cara demikian, Opu Daeng Risadju membuka lebih banyak kesempatan untuk menghilangkan penjajahan dan mencapai kemerdekaan sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat melalui gerakan nasional.
Setelah Opu Daeng Risadju menghadiri konferensi PSII di Parepare ia lalu pergi ke Malangke untuk mendirikan cabang PSII di sana.
Kepemimpinan Opu Daeng Risadju ini lantas dianggap sebagai ancaman oleh pemerintah kolonial Belanda di wilayah Luwu. Controleur Masamba akhirnya datang ke daerah Malangke dan menangkap menangkap Opu Daeng Risadju bersama sekitar 70-an anggota partai.
Mereka kemudian diangkut ke Masamba dengan dua mobil. Opu Daeng Risadju dituduh menghasut serta menyebarkan kebencian di lapisan masyarakat terhadap pemerintah.
Opu Daeng Risadju tercatat sebagai wanita pertama yang dipenjara oleh pemerintah kolonial karena masalah politik. Tindakan pemerintah kolonial bertujuan untuk mengurangi aktivitas Opu Daeng Risadju dan perkembangan PSII.
Namun, upaya penahanan tersebut ternyata tidak efektif. Belanda lantas mempropaganda atau menggunakan golongan adat (bangsawan dan raja-raja) sebagai tameng untuk membekukan gerakan PSII.
Sayangnya segala upaya yang dilakukan oleh kolonial Belanda mengalami kegagalan. Terbukti bahwa PSII mendapat sokongan yang besar dari masyarakat.
Tak sampai di situ, Opu Daeng Risadju bahkan menghadapi berbagai tantangan dan rintangan dari pihak Belanda dalam usaha propaganda partainya yang sekaligus merintis kemerdekaan bangsa Indonesia.
Opu bahkan ditentang oleh pemerintah kerajaan beserta adatnya, hal ini lantaran Dewan Adat berhasil dipengaruhi oleh Belanda. Opu Daeng Risadju pun kemudian dijatuhi sanksi adat karena menolak bujukan Datu dan para anggota dewan adat untuk menghentikan kegiatannya di PSII.
Dewan adat dengan paksa menanggalkan tahta kebangsawanan Opu Daeng Risadju. Sejak saat itu anggota dewan adat tidak memanggilnya Opu Daeng Risadju lagi.
Namun, rakyat yang telah mengagumi dan menghormatinya tetap memanggilnya seperti gelarnya semula. Opu pun tetap tetap melanjutkan perjuanganya meskipun tidak lagi bergelar bangsawan.
Akhir Hayat Opu Daeng Risadju
Opu Daeng Risadju mengehembuskan nafas terakhir di Palopo. Ia jatuh sakit selama dua tahun akibat pengaruh usia tua.
Opu meninggal pada 10 Februari 1964 dan dikebumikan di pemakaman raja-raja Lokkoe di Palopo. Kala itu, pemakaman Opu Daeng Risadju tanpa adanya upacara kehormatan layaknya seorang pahlawan yang telah gugur dan meninggal dunia.
Nah, itulah ulasan sosok Opu Daeng Siradju yang namanya kini diabadikan sebagai nama jalan di Makassar, menggantikan “Cendrawasih”. Semoga bermanfaat!