Strategi DIA untuk Peningkatan Kesejahteraan dengan Program 9 Kawasan Ekonomi
Infoasatu.com,Makassar–Data teranyar menunjukkan jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan tercatat lebih 700-an ribu atau sekitar 8 persen. Garis kemiskinan rata-rata provinsi tercatat Rp459.226 per kapita per bulan, dengan perbedaan pada akses kebutuhan makanan dan non-makanan.
KarebaDIA menggarisbawahi sejumlah tantangan dan gagasan pengentasan kemiskinan di Sulawesi Selatan. Hal yang oleh Azhar disebut perlu dukungan kuat sejumlah faktor dan aktor untuk menyelesaikannya.
”Faktor yang saya maksud adalah kualitas kepemimpinan, faktor latar belakang, pengalaman mengelola isu atau persoalan di Sulsel,” kata Azhar. Dia mengajak warga Sulsel mengecek track record masing-masing kandidat.
“Silakan cek siap Danny Pomanto, siapa Azhar Arsyad, siapa Andi Sudirman, siapa Fatmawati Rusdi. Itu yang kita perlu lakukan untuk (bisa) yakin memilih,” katanya di Pinrang.
”Aktor yang saya maksud adalah kelas masyarakat rentan yang ada di perdesaan, petani, nelayan, pekebun, kelompok ibu-ibu, anak-anak muda yang masih menganggur,” ucapnya di Desa Malewang, Kecamatan Polombangkeng Utara, Kabupaten Takalar.
Ini merupakan titik ke-101 yang dikunjungi Azhar sejak kampanye 27 September 2024, atau sejak sebulan lalu.
Fakta yang dipaparkan Azhar, kemiskinan di wilayah perdesaan jauh lebih tinggi dibandingkan perkotaan. Pada Maret 2024, persentase kemiskinan di perdesaan mencapai 10,74 persen, sedangkan di perkotaan 5,08 persen.
Perspektif Danny – Azhar (DIA), kesenjangan ini mencerminkan perbedaan akses terhadap infrastruktur, pendidikan, dan layanan kesehatan yang lebih terbatas di pedesaan.
Selain itu terdapat ketergantungan pada Sektor Pertanian di mana sebagian besar masyarakat pedesaan di Sulawesi Selatan bergantung pada sektor pertanian, yang cenderung rentan terhadap fluktuasi harga komoditas, cuaca ekstrem, dan bencana alam.
Menyuarakan Solusi Danny – Azhar (DIA)
Ketua DPW PKB Sulsel itu menyatakan pihaknya akan menyiapkan sistem pembelian atau jadi off taker komoditi melalui organisasi bisnis yang profesional dan punya kapasitas modal yang lebih dari cukup.
Strategi DIA untuk peningkatan kesejahteraan ditandai dengan program 9 kawasan ekonomi. Kawasan diklaster sesuai topografi dan Sumber Daya Alam (SDA) yang potensial dikembangkan. Kawasan ini akan mendorong keselarasan program lintas daerah.
Di tingkat desa, DIA memproyeksikan penambahan kemampuan fiskal untuk mendukung 1 desa 1 komoditi satu produk. Untuk meningkatkan potensi desa, maka DIA memberikan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) sebesar 200 juta perdesa pertahun.
Posisi Sulsel sangat potensial di bidang pertanian, perikanan dan perkebunan, maka Sulsel bagi DIA semestinya menjadi lumbung pangan, sembari menjadi supplier utama kebutuhan pangan bagi Ibukota Negara Baru (IKN) Nuasantara.
“Demi menjaga volume pasokan pangan tetap ada dan sekaligus mendorong kesejahteraan masyarakat maka DIA menganggap penting supaya fungsi off taker ini dijalankan,” ucao Azhar.
Konkretnya, lanjut Azhar, ada semacam konsorsium perusahaan daerah untuk membeli produk pertanian, perikanan dan perkebunan dengan harga yang pantas.
Di sisi lain, ketergantungan yang tinggi pada sektor ini menghambat peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan dan menyulitkan pengentasan kemiskinan sebab mereka meski tahu bertani mahal, harga pupuk mahal, alat produksi pertanian sulit dijangkau tetap saja jadi petani, atau pekebun, nelayan.
Di Kabupaten Sinjai, Bone hingga Luwu dan Luwu Utara, yang semestinya bisa dimaksimalkan derap pembangunannya justru infrastrukturnya belum merata.
Sejumlah kawasan menjadi suara warga Luwu Raya seperti akses ke Rampi, Seko, merana dalam kondisi tak tersentuh pembangunan infrastruktur jalan dan sarana prasarana pendidikan dan kesehatan. Janji-janji Pilkada sebelumnya tak tereasliasi.
Menurut Azhar, infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, dan akses internet belum merata di seluruh wilayah. Itulah yang menghambat mobilitas ekonomi dan peluang bagi masyarakat di daerah terpencil untuk terhubung dengan pasar yang lebih luas, baik untuk produk pertanian maupun jasa lainnya.
Ditemukan Azhar, bahwa akses masyarakat ke pendidikan dan pelatihan keterampilan, juga masih terbatas.
Padahal, rendahnya akses terhadap pendidikan yang berkualitas dan pelatihan keterampilan menghambat peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) Sulsel. Belum lagi masih ada sejumlah kebocoran dalam penggunaan dana bantuan pendidikan.
Ditemukan Azhar, masyarakat pesisir seperti di Takalar, Sinjai, bahkan pedalaman Gowa dan Bone, sulit beralih ke pekerjaan yang lebih produktif di sektor industri atau jasa, sehingga pendapatan mereka cenderung stagnan.
”Kita ini di Takalar masih mending karena dekat dengan kota Makassar. Tidak ada alasan warga Takalar, Gowa dan Maros miskin sebab tetangganya Makassar sudah jauh melesat perkembangan ekonominya,” kata Azhar saat bertemu relawan di Galesong, Takalar.
Merujuk Ketentuan, Tidak Serampangan
Oleh sebab itu, untuk sejumlah kesenjangan sosial dan ekonomi di Sulsel yang kian akut dan perlu penyelesaian segera, DIA berjanji untuk setidaknya mengacu pada ketentuan perencanaan pembangunan nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional.
Termasuk pada ketentuan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, serta panduan dari Kementerian PPN/Bappenas yang mungkin saja akan diperbaharui namun secara substansial akan serupa.
Bagi Azhar, DIA akan mendorong sinkronisasi Perencanaan dan Penganggaran agar tidak kacau balau seperti selama ini dimana pemerintah Sulsel sebelumnya memboyong hutang sekitar 1,4 triliun, bahkan ada yang bilang lebih.
DIA akan memperkuat sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, dengan memastikan bahwa perencanaan di tingkat daerah mendukung prioritas nasional dan meminimalisir tumpang tindih anggaran untuk menghindari korupsi.
Menjalankan sistem perencanaan pembangunan yang inklusi dan berkelanjutan. Itu yang selalu disampaikan DIA.
Bahwa perencanaan pembangunan daerah Sulsel harus melibatkan semua lapis-lapis sosial dan kebudayaan, tidak ada yang tertinggal seperti kelompok disabilitas, perempuan dan anak, kelompok adat, mulai dari Kajang, Tolotang, hingga kelompok bissu pada sejumlah daerah tertinggal seperti disebutkan sebelumnya.
Kota Makassar bisa menjadi rujukan dalam membangun Digitalisasi dan Ekonomi Berbasis Teknologi di Sulsel. DIA mesti mendorong sektor digital dan teknologi sebagai bagian dari transformasi ekonomi Sulsel.
Lalu fokus pada Peningkatan Kapasitas SDM. Pemerintah mesti andil dalam peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, dan keterampilan tenaga kerja agar lebih siap menghadapi tantangan global.
Fokus dan all out untuk pembangunan infrastruktur dasar. Untuk membangun kluster Sulsel, DIA mesti mendorong pembangunan infrastruktur dasar tetap menjadi prioritas.
Termasuk transportasi, energi, air bersih, dan perumahan. Infrastruktur ini juga diarahkan untuk meningkatkan konektivitas dan aksesibilitas, khususnya di daerah terpencil seperti di Pesisir Teluk Bone, Selatan Sulawesi dan kawasan pergunungan seperti Latimojong, Bulusaraung dan Bawakaraeng.
Yang substansial adalah Peningkatan Tata Kelola Pemerintahan. DIA mesti mengutamakan perencanaan berbasis data, akuntabilitas, dan transparansi dalam pembangunan, termasuk pemanfaatan sistem informasi untuk perencanaan dan penganggaran.
DIA. Kata Azhar, mesti berjuang agar tata kelola pemerintahan lebih efisien, efektif, memperkuat daya saing daerah, melayani kebutuhan sosial, ekonomi dan ekologi Sulawesi Selatan.
Menurut Azhar, masyarakat Sulsel berhak merongrong DIA jika masih ada warga yang tertinggal dalam mekanisme perencanaan pembangunan Sulsel.
”Temui kami, cubit kami, jika masih ada yang tertinggal dalam pembangunan daerah kita di Sulsel,” kata Azhar saat dalam perjalanan kembali ke Kota Daeng Makassar, menutup sebulan kampanye DIA. (*)